Sebenarnya cerita ini pernah saya posting, namun gagal publish karena entah kenapa aplikasi blogger tiba-tiba menjadi tidak bersahabat waktu itu.
Cerita ini adalah oleh-oleh dari Pak Jadi selama beliau sekolah S2 di pascasarjana ITB. Pak Jadi adalah rekan kerja saya, seorang dosen yg berdedikasi tinggi pada profesinya. Pak Jadi pernah bercerita kepada saya tentang seseorang yg ditokohkan oleh masyarakat sebagai pakar semiotika yg sangat low profile. Beliau adalah seorang Dosen yang mengajar ilmu semiotika di pascasarjana DKV ITB. Sebagai seorang dosen senior beliau selalu memposisikan dirinya seperti layaknya mahasiswa yg masih harus banyak belajar. Dan yg menjadikannya istimewa adalah beliau selalu menggunakan contoh yg sama saat mengajar, dalam berbagai contoh kasusnya. Mungkin sebagian mahasiswa berfikir kalau dosen ini tidak bisa menemukan contoh lain atau mungkin sebagian berfikir kalau dosen ini out of date alias ketinggalan jaman. Masa, bisa-bisanya di era internet, dengan referensi yg sangat banyak kalau hanya untuk sekedar mencari contoh materi mengajar apa susahnya, sih? contoh yg diberikanpun adalah sebuah iklan yg sudah sangat lama dan jadul, yaitu iklan gudang garam merah... pria punya selera, yg menampilkan sosok pria sedang merokok dengan gaya dandanan Awal 90an. Kata Pak Jadi... Setelah beberapa kali pertemuan para mahasiswa bertanya-tanya, pada akhir pertemuan satu semester beliau baru bercerita kalau ternyata contoh gambar tersebut bisa digunakan sebagai contoh. Berbagai macam kasus dan dari berbagai macam sudut pandang kasus tersebut. Katanya, Itu namanya baru semiotika. Satu gambar bisa diartikan dan dikaitkan dengan berbagai macam makna.
Dari cerita di atas, yg menjadi catatan saya adalah... sebagai seorang dosen senior beliau layaknya pepatah dalam kamus desain less is more, sederhana itu lebih. Memberi contoh pada mahasiswa tak perlu dengan sesuatu yg wah demi membuktikan dirinya superior dan yg ter... **** Namun simple dan sederhana hanya dengan satu contoh saja tapi bisa mewakili berbagai macam makna. Amazing! Saya jadi sangat ingin menjadi seperti beliau.
Jadi kesimpulannya adalah semakin hebat seseorang itu akan semakin sedikit bicara dan bijaksana dalam memberikan solusi. Karena pada hakekatnya sebuah permasalahan itu sesungguhnya bisa diatasi atau diselesaikan dari berbagai sudut pandang yg berbeda. Seperti halnya 2 tidak harus 1+1 tapi bisa 3-1 atau 2x1 mungkin juga 4:2 dan masih banyak lagi, hanya kita akhirnya harus bisa memilih yg paling pas/tepat untuk jawaban ini.
Dari cerita tersebut saya jadi punya ide...Untuk mengatasi masalah yg dihadapi mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Kenapa tidak dalam pengerjaan tugas tersebut satu big idea dari sebuah karya besar bisa digunakan untuk beberapa tugas mata kuliah. Tinggal kita sesuaikan konteks yg diminta dalam penugasan di masing-masing mata kuliah. Tentu saja itu sangat membutuhkan tingkat kreatifitas yg cukup tinggi. Dan saya berani mengatakan bahwa itu semua bisa dilakukan. Selain efektif dalam waktu juga efisien dalam pengerjaannya. Selain itu juga membuktikan kalau mahasiswa tersebut cukup jenius, karena mampu menyatukan (dalam bahasa jawa, nggathukke) antar konteks perancangannya sesuai dengan brief/ tugas yg berbeda-beda dari masing masing mata kuliah yg mereka kerjakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar